Kelas : 1 KA 35
NPM : 15111365
Dosen : Retmiarti
Manusia Sebagai Makhluk Budaya
Kehidupan
manusia sangatlah komplek, begitu pula hubungan yang terjadi pada
manusia sangatlah luas. Hubungan tersebut dapat terjadi antara manusia
dengan manusia, manusia dengan alam, manusia dengan makhluk hidup yang
ada di alam, dan manusia dengan Sang Pencipta. Setiap hubungan tersebut
harus berjalan seimbang. Selain itu manusia juga diciptakan dengan
sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang dimiliki. Hal ini diisyaratkan dalam surat At-Tiin: 4
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”.
Dalam
ayat ini Allah menegaskan bahwa Dia telah menjadikan manusia makhluk
ciptaan-Nya yang paling baik; badannya lurus ke atas, cantik parasnya,
mengambil dengan tangan apa yang dikehendakinya; bukan seperti
kebanyakan binatang yang mengambil benda yang dikehendakinya dengan
perantaraan mulut. Kepada manusia diberikan-Nya akal dan dipersiapkan
untuk menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan kepandaian; sehingga
dapat berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup menguasai alam dan
binatang.
Manusia
juga harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan
awal dalam suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus
mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan
ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak dengan yang
bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga
norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang.
Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan
berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari
pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan
sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator”
terwujudnya kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah
memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang
dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri khususnya
maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan
demikian dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara
akan menentukan kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu
pula pendidikan yang tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi.
Karena kebudayaan adalah hasil dari pendidikan suatu bangsa.
Manusia juga
harus bersosialisasi dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam
suatu interaksi sosial. Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu
pengetahuan yang berlandaskan ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia
dapat membedakan antara yang hak dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan
yang bukan kewajiban. Sehingga norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan
harmonis dan seimbang. Agar norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di
didik dengan berkesinambungan dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil
dari pendidikan –yakni kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan
sebagai hasil kebudayaan haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya
kebudayaan yang tinggi. Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi
terhadap kebudayaan, agar kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi
manusia itu sendiri khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian
dapat kita katakan bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan
kualitas kebudayaan dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang
tinggi akan menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil
dari pendidikan suatu bangsa.
A. Pengertian
Manusia
Secara bahasa
manusia berasal dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang
berarti berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah
fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau
seorang individu
Dalam
hubungannya dengan lingkungan, manusia merupakan suatu oganisme hidup (living
organism). Terbentuknya
pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat
dikatakan, setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal
(genetika, tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan.
Tatkala seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi,
dan oleh kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan
kehilangan itu tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap
manusia dianugerahi kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of
discrimination) dan keinginan untuk hidup. Untuk dapat hidup, ia
membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan itu bersumber dari
lingkungan.
Oleh karena itu lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap
manusia itu sendiri, hal ini dapat dilihat pada gambar siklus hubungan manusia
dengan lingkungan sebagai berikut:
Siklus
Hubungan Manusia
manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi: Lingkungan alam yang befungsi sebagai sumber daya alam
manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi: Lingkungan alam yang befungsi sebagai sumber daya alam
Lingkungan manusia yang berfungsi
sebagai sumber daya manusia
Lingkungan buatan yang berfungsi
sebagai sumber daya buatan
B. Pengertian Budaya
Kata budaya
merupakan bentuk majemuk kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa.
Sebenarnya kata budaya hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang
berasal dari Bahasa Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi
yang berarti budi atau akal. Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di
istilahkan dengan kata culturur. Dalam bahasa Inggris culture.
Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera. Colera berarti mengolah,
mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah (bertani). Kemudian
pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai segala daya dan
aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam. Definisi budaya dalam
pandangan ahli antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai ilmu
sosial lain. Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut:
E.B. Taylor: 1871
berpendapat bahwa budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta
kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota
masyarakat.
Sedangkan
Linton: 1940, mengartikan budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap
dan pola perilaku yang merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh
anggota suatu masyarakat tertentu.
Adapun
Kluckhohn dan Kelly: 1945 berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan
hidup yang tercipta secara historis, baik yang eksplisit maupun implisit,
rasional, irasional, yang ada pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial
untuk perilaku manusia
Lain halnya
dengan Koentjaraningrat: 1979 yang mengatikan budaya dengan: Keseluruhan
sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan
masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Berdasarkan
definisi para ahli tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal
terpenting dalam tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan
manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan
belajar.
Dari kerangka
tersebut diatas tampak jelas benang merah yang menghubungkan antara pendidikan
dan kebudayaan. Dimana budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan
kegiatan inti dalam dunia pendidikan. Selain itu terdapat tiga wujud kebudayaan yaitu :
1. wujud pikiran, gagasan, ide-ide,
norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini bersifat
abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di tempat
kebudayaan itu hidup;
2. aktifitas kelakuan berpola manusia
dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas manusia yang
saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang lain setiap
saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat kelakuan. Sistem
sosial ini bersifat nyata atau konkret;
3.
Wujud fisik,
merupakan seluruh total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia
dalam masyarakat.
Budaya sebagai
Sistem gagasan
Budaya sebagai
sistem gagasan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena
berada di dalam alam pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan
itu dituliskan dalam karangan buku. Budaya sebagai sistem gagasan menjadi pedoman bagi
manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang dikatakan Kluckhohn
dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya terdahulu itu
merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar dan menjadi
sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai budaya.
Jadi, nilai
budaya adalah “gagasan” yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia
dalam kehidupan sosial budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan
dalam sistem kemasyarakatan atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam
bentuk adat istiadat. Hal ini akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara
manusia sebagai individu lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.
Perwujudan
kebudayaan
JJ. Hogman dalam bukunya “The World of
Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan artifacts.
Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi” menggolongkan
wujud budaya menjadi:
a. Sebagai suatu kompleks dari ide-ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktifitas
serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Sebagai benda-benda hasil karya
manusia
Berdasarkan penggolongan wujud budaya
di atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang
bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang
bersifat abstrak ini letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya
terwujud dalam ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan
cita-cita. Jadi budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari
kebudayaan. Ideal artinya sesuatu yang menjadi cita-cita atau harapan bagi
manusia sesuai dengan ukuran yang telah menjadi kesepakatan.
Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya
yang bersifat konkret berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas
manusia di dalam masyarakat yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau
diphoto. Koencaraningrat menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan
fisik, yang terdiri atas: perilaku, bahasa dan materi.
a. Perilaku
Perilaku adalah
cara bertindak atau bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku
manusia dalam masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of
behavior) masyarakatnya.
b. Bahasa
Bahasa adalah
sebuah sistem simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap
dengan telinga (auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling
penting dalam memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti
sekarang ini adalah pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir
dan berkomunikasi. Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan
ada.
c. Materi
Budaya materi adalah hasil dari
aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan,
kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat
transportasi.
Unsur-unsur
materi dalam budaya dapat diklasifikasikan dari yang kecil hingga ke yang besar
adalah sebagai berikut:
1. Items, adalah unsur
yang paling kecil dalam budaya.
2. Trait, merupakan
gabungan dari beberapa unsur terkecil
3. Kompleks budaya, gabungan dari
beberapa items dan trait
4. Aktivitas budaya, merupakan
gabungan dari beberapa kompleks budaya.
Gabungan dari beberapa aktivitas budaya
menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh (culture universal).
Terjadinya unsur-unsur budaya tersebut dapat melalui discovery (penemuan
atau usaha yang disengaja untuk menemukan hal-hal baru).
ISI (SUBSTANSI) UTAMA BUDAYA
Substansi utama
budaya adalah sistem pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan
etos kebudayaan. Tiga unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai,
dan pandangan hidup.
1. Sistem Pengetahuan
Para ahli
menyadari bahwa masing-masing suku bangsa di dunia memiliki system
pengetahuan tentang:
Alam sekitar, Alam flora dan
fauna, Zat-zat manusia Sifat-sifat dan
tingkah laku sesama manusia Ruang dan waktu. Unsur-usur dalam pengetahuan inilah yang sebenarnya
menjadi materi pokok dalam dunia pendidikan di seluruh dunia.
2. Nilai
Menilai berarti
menimbang, yaitu kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu
yang lain untuk dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan
nilai dapat menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah,
baik atau buruk, religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa
manusia.
Sesuatu
dikatakan mempunyai nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah
(nilai estetis), baik (nilai moral atau etis), religius (nilai agama). Prof.
Dr. Notonagoro membagi nilai menjadi tiga bagian yaitu:
- Nilai material, yaitu segala
sesuatu (materi) yang berguna bagi manusia.
- Nilai vital, yaitu segala
sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas
- Nilai kerohanian, yaitu segala
sesuatu yang bisa berguna bagi rohani manusia.
3. Pandangan Hidup
Pandangan hidup
adalah suatu nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan dipilih secara
selektif oleh individu, kelompok atau suatu bangsa. Pandangan hidup suatu
bangsa adalah kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri,
yang diyakini kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk
mewujudkannya.
Oleh karena itu
untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus memiliki ilmu pengetahuan,
tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak yang tinggi (tata nilai
budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling bersinergi, sebagaimana
dilukiskan dalam bagan berikut:
Hommes
mengemukakan bahwa, informasi IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain
tak dapat lepas dari landasan budaya masyarakat yang membentuk informasi
tersebut. Karenanya di tiap informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat
budaya masyarakat asalnya. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena
perbedaan-perbedaan tata nilai budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat
asal teknologinya, isyarat-isyarat tersebut dapat diartikan lain oleh
masyarakat penerimanya.
Disinilah peran
manusia sebagai makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat
memanfaatkan segala fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini.
Sehingga dengan alam tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang
bermartabat dan bernilai tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap
kebudayaan akan bernilai tatkala manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan
norma-norma yang ada sesuai dengan tata aturan agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar